BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan
bernegara, bangsa Indonesia melaksanakan pembangunan nasional. Tujuan negara
dalam Pembukaan UUD 1945, “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah indonesia”.
Adapun selain tujuan nasional juga tujuan internasional (tujuan umum), “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Secara filosofis hakikat kedudukan pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung
suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus
mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila pancasila.
pembangunan pada hakekatnya adalah proses
perubahan terus-menerus yang merupakan kemajuan dan perbaikan yang mengarah
pada tujuan yang ingin dicapai. Pembangunan yang dilaksanakan tersebut ialah
merupakan rangkaian gerak perubahan menuju kepada kemajuan dan dalam beberapa
hal perubahan itu bahkan merupakan perubahan yang mendasar sifatnya. Artinya,
pembangunan itu juga meliputi perubahan konstitusional sebagai dasarnya.
Sebagai contoh adalah pembangunan Orde Baru yang berusaha meletakkan kembali
pada pancasila secara murni dan konsekuen.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional, berartikan
Pancasila merupakan suatu sumber hukum-hukum, metode, serta penerapan dalam
pembangunan nasional dan jika ditemukan kelemahan-kelemahan pada teori yang
telah ada tentang pembangunan nasional, maka ilmuan akan kembali pada
pengertian sila-sila itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa makna dari
pembangunan?
2.
Apa saja masalah yang
ada pada pembangunan?
C. Tujuan
1.
Mengetahui pengertian
dari pembangunan secara garis besar.
2.
Mengetahui berbagai
permasalahan yang ada pada pembangunan khususnya pembangunan nasional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembangunan
Sebagaimana yang termaksud dalam Garis-Garis
Besar Haluan Negara bahwa pembangunan pada hakekatnya adalah proses perubahan
terus-menerus yang merupakan kemajuan dan perbaikan yang mengarah pada tujuan
yang ingin dicapai (GBHN, 1988). Pembangunan yang dilaksanakan tersebut ialah
merupakan rangkaian gerak perubahan menuju kepada kemajuan dan dalam beberapa
hal perubahan itu bahkan merupakan perubahan yang mendasar sifatnya. Artinya,
pembangunan itu juga meliputi perubahan konstitusional sebagai dasarnya.
Sebagai contoh adalah pembangunan Orde Baru yang berusaha meletakkan kembali
pada pancasila secara murni dan konsekuen.
Di dalam pelaksanaan pembangunan nasional juga
diperlukan beberapa asas, antara lain:
1. Asas Manfaat.
Yakni bahwa segala usaha
dan kegiatan pembangunan harus dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi
kemanusiaan, bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dan bagi pengembangan
pribadi warga Negara.
2. Asas Usaha Bersama dan
Kekeluargaan.
Yakni bahwa usaha mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa harus
merupakan usaha bersama dari bangsa dan seluruh rakyat yang dilakukan secara
gotong royong dan dijiwai semangat kekeluargaan.
3. Asas Demokrasi.
Yakni demokrasi yang
berdasarkan pancasila yang meliputi bidang-bidang politik, sosial dan ekonomi
serta dalam penyelesaian masalah-masalah nasional berusaha sejauh mungkin
menempuh jalan permusyawaratan untuk mencapai mufakat.
4. Asas Adil dan Merata.
Yakni bahwa hasil
materil dan spiritual yang dicapai dalam pembangunan harus dapat dinikmati oleh
seluruh bangsa dan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak menikmati hasil-hasil
pembangunan yang layak, diperlukan bagi kemanusiaan, dan sesuai dengan nilai
darma baktinya yang diberikan kepada bangsa dan Negara.
5. Asas Perikehidupan dalam
Keseimbangan.
Yakni keseimbangan
antara kepentingan-kepentingan yaitu kepentingan dunia dan akhirat, materiil
dan spiritual, jiwa dan raga, individe dan masyarakat, dan lain-lain.
6. Asas Kesadaran Hukum.
Yakni setiap warga
Negara Indonesia harus sadar dan taat kepada hukum, dan mewajibkan Negara untuk
menegakkan dan menjamin kepastian hukum.
7. Asas Kepercayaan Pada
Diri Sendiri.
Yakni pembangunan
naasional harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan
sendiri serta bersendikan kepada kepribadian bangsa (GBHN, 1988)
B. Masalah Pembangunan
1.
Dualisme kepemimpinan /
pengaturan
Dualisme adalah ajaran atau aliran/faham yang memandang alam ini
terdiri atas dua macam hakekat yaitu hakekat materi dan hakekat rohani.
Dualisme pengaturan adalah pengaturan sistem pada Negara Indonesia yang
bersifat dualisme sehingga mengakibatkan keterhambatnya pembangunan di
Indonesia. Dualisme kepemimpinan yang sesungguhnya tidak dikehendaki dalam alam
demokrasi. Tugas dan kewenangan pemerintahan yang mengatur urusan publik,
seperti sistem politik dan birokrasi pemerintahan, penegakan hukum, keuangan
dan moneter, sistem pertahanan dan keamanan adalah urusan publik yang tidak
kebal dari pengawasan institusi demokrasi.
2.
Kependudukan dan
Kemiskinan
Kependudukan
di Indonesia tidak merata sehingga kepadatan di beberapa kota besar sangat
mempengaruhi pembangunan. Dengan kepadatan penduduk tersebut maka persaingan
untuk mencari lapangan kerja sangat sulit dan mengakibatkan pengangguran dan
Kemiskinan.
Dampak pengangguran
terhadap pembangunan nasional dapat dilihat melalui hubungan antara
pengangguran dan indikator-indikator berikut ini:
a.
Pendapatan Nasional dan
Pendapatan per Kapita
Upah merupakan salah
satu komponen dalam penghitungan pendapatan nasional. Apabila tingkat
pengangguran semakin tinggi, maka nilai komponen upah akan semakin kecil.
Dengan demikian, nilai pendapatan nasional pun akan semakin kecil.
Pendapatan per kapita adalah pendapatan nasional dibagi jumlah penduduk. Oleh karna itu, nilai pendapatan nasional yang semakin kecil akibat pengangguran akan menurunkan nilai pendapatan per kapita.
Pendapatan per kapita adalah pendapatan nasional dibagi jumlah penduduk. Oleh karna itu, nilai pendapatan nasional yang semakin kecil akibat pengangguran akan menurunkan nilai pendapatan per kapita.
b.
Beban Psikologis
Semakin lama seseorang
menganggur, semakin besar beban psikologis yang harus ditanggung. Secara
psikologis, orang yang menganggur mempunyai perasaan tertekan, sehingga
berpengaruh terhadap berbagai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Dampak
psikologis ini mempunyai efek di mana secara sosial, orang menganggur akan
merasa minder karena status sosial yang tidak atau belum jelas.
c.
Biaya Sosial
Dengan semakin besarnya
jumlah penganggur, semakin besar pula biaya sosial yang harus dikeluarkan.
Biaya sosial itu mencakup biaya atas peningkatan tugas-tugas medis, biaya
keamanan, dan biaya proses peradilan sebagai akibat meningkatnya tindak
kejahatan.
d.
Penerimaan Negara
Salah satu sumber
penerimaan negara adalah pajak, khususnya pajak penghasilan. Pajak penghasilan
diwajibkan bagi orang-orang yang memiliki pekerjaan. Apabila tingkat
pengangguran meningkat, maka jumlah orang yang membayar pajak penghasilan
berkurang. Akibatnya penerimaan negara pun berkurang.
3.
Iklim dan Georafis
Iklim
di Indonesia adalah tropis dan geografisnya berupa kepulauan, sehingga sulit
untuk pemerintah melakukan pemerataan pembangunan dan ditambahlokasi pulau-pulau berjarak cukup
jauh. Negara Indonesia beriklim tropis sehingga sangat mudah untuk melakukan
kegiatan pertanian, karena banyak penduduk Indonesia yang melakukan pertanian
sehingga pembangunan menjadi sulit.
4.
Pemerataan pembangunan
Pemerataan pembangunan
di Indonesia masih cukup labil, karena banyak faktor yang mempengaruhinya
sehingga pembangunan di Indonesia tidak merata. Akibatnya masih banyak beberapa
daerah yang belum mendapatkan infrastruktur yang memadai, diantaranya: air
bersih, lisrik, pendidikan ,dan lapangan pekerjaan. Akibat dari tidak meratanya
pembangunan sangat banyaknya kemiskinan di Indonesia.
C. Peranan Manusia dalam
Pembangunan
Telah kita sadari bahwa
manusia menempati posisi sentral dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional,
sehingga manusia didudukkan sebagai “obyek” sekaligus sebagai “subyek” dalam
pembangunan. Karena faktor manusia menepati posisi sentral dalam pembangunan
nasional, maka perlu ditingkatkan kualitas manusia sebagai sumber daya insan.
Sejalan dengan hal itu perlu dikembangkan suasana yang membangkitkan peranan yang
aktif dan dinamis dari seluruh masyarakat dalam pembangunan.
Pada dasarnya dapat
dibedakan dua bentuk perubahan: pertama mengenal struktur-struktur serta
hubungan sosial, dan kedua adalah mengenal perilaku sosial dan psikologis.
Bertalian dengan setiap perubahan dalam struktur dan hubungan sosial akibat
perbaikan dibidang materiil dan teknik, terjadilah perubahan-perubahan yang
bersesuaian dengan sikap, pikiran, nilai-nilai, kepercayaan dan perilaku
orang-orang yang dipengaruhi oleh perubahan-perubahan materiil dan teknik itu.
Di dalam pembangunan manusia memiliki beberapa
peran:
1.
Manusia sebagai
perencana.
Potensi yang ada dalam
arti manusia, dimana ia diciptakan Tuhan sebagai makhluk berfikir adalah
merupakan potensi besar yang harus digali dan ditumbuh-kembangkan.
Salah satu keberhasilan
dari suatu usaha (pembangunan) adalah diawali dari perencanaan yang teliti,
cermat dengan memperhitungkan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses
pembangunan.
2.
Manusia sebagai
pelaksana.
Dalam pembangunan yang
berdimensi, peranan manusia sebagai perencana sangatlah menentukan. Karena
disamping manusia sebagai perencana, ia sekaligus sebagai pelaksana. Hal ini
juga tercantum di dalam Garis-garis besar Hukum Negara, bahwa salah satu modal
dasar pembangunan adalah jumlah penduduk yang besar.
3.
Manusia sebagai
pengawas.
Pembangunan yang
berlangsung yang diawali dengan perencanaan yang baik dan didukung oleh
tenaga-tenaga yang terampil yang dapat diandalkan, tidak selamanya menjamin
keberhasilan dari pembangunan. Perjalanan hidup dan kehidupan manusia tidaklah
selamanya berjalan mulus, tanpa adanya gangguan, rintangan maupun hambatan yang
menghadangnya, melainkan pada suatu saat pasti terdapat kerikil-kerikil yang
dapat mengganggunya, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam diri
manusia-manusianya. Demikian pula dalam usaha-usahda pembangunan, walaupun
sudah diawali dengan perencanaan yang baik dan matang yang dilakukan oleh para
ahli yang berkompeten dibidangnya serta didukung oleh tenaga-tenaga lapangan
yang memiliki keterampilan yang tinggi, namun masih banyak terjadi adanya
hal-hal yang tidak diinginkan bersama sebagai missal; terjadinya
kebocoran-kebocoran anggaran, mutu yang kurang baik, sikap ABS tidak efisien
waktu, tidak jujur, banyaknya gejala “nepotisme” mental suka menerobis dan
sebagainya.
Oleh karena itu agar
pembangunan dapat berjalan dengan lancar dan berhasil seperti apa yang
diharapkan, maka perlu dilaksanakan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan
program di lapangan. Fungsi pengawasan ini bertugas mengontrol, mengawasi
proses pembangunan dilapangan apabila ditemukan kekurangan, hambatan,
kepincangan-kepincangan selama proses pelaksanaan program dapat segera
dicarikan upaya-upaya pemecahannya.
D.
Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan IPTEK
Ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) pada hakikatnya merupakan hasil kreatifitas rokhani manusia. Unsur jiwa
rokhani manusia meliputi aspek akal, rasa, dan kehendak. Rasa merupakan potensi
rokhaniah manusia dalam hubungan dengan intelektualitas, rasa dalam bidang estetis,
kehendak dalam bidang moral (etika).
Tujuan yang essensial dari
IPTEK adalah demi kesejahtraan umat manusia, sehingga IPTEK tidak bebas nilai
namun terikat nilai. Dalam masalah ini Pancasila telah memberi dasar
nilai-nilai bagi pengembangan IPTEK demi kesejahtraan hidup umat manusia.
Pengembangan IPTEK sebagai hasil budaya manusia harus didasarkan pada moral
Ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sila Ketuhanan yang Maha Esa, mengimplementasikan ilmu
pengetahuan, mencipta, perimbangan antara rasional dan irasional, antara akal,
rasa, dan kehendak. Berdasarkan sila ini IPTEK tidak hanya memikirkan apa
yang ditemukan, dibuktikan, dan diciptakan tetapi juga dipertimbangkan
maksudnya dan akibatnya apakah merugikan manusia dengan sekitarnya. Sila
ini menempatkan manusia di alam semasta bukan sebagai pusatnya melainkan
sebagai bagian sistematik dari alam yang diolahnya (T.Jacob, 1986).
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, mengimplementasikan dasar moralitas bahwa manusia dalam
mengembangkan IPTEK haruslah bersifat beradab. Pengembangan IPTEK harus
didasarkan pada hakikat tujuan demi kesejahtraan umat manusia. IPTEK bukan
untuk kesombongan, kecongkaan, keserakahan manusia namun harus diabaikan demi
peningkatan harkat dan martabat manusia.
Sila persatuan Indonesia mengimplementasikan universilia dan internasionalisme (kemanusian) dalam sila lain. Pengembangan IPTEK diarahkan demi
kesejahtraan umat manusia termasuk di dalamnya kesejahtraan bangsa Indonesia.
Pengembangan IPTEK hendaknya dapat mengembangkan rasa nasionalisme, kebesaran
bangsa serta keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di dunia.
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, mendasari pengembangan IPTEK
secara demokratis, artinya setiap ilmuan haruslah memiliki kebebasan
untuk mengembangkan IPTEK. Selain itu dalam pengembangan IPTEK setiap ilmuan
juga harus menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan harus memiliki
sikap yang terbuka, artinya terbuka untuk dikritik, dikaji ulang maupun
dibandingkan dengan penemuan teori lain.
Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, mengimplementasikan pengembangan IPTEK haruslah menjaga
keseimbangan keadilan dalam hubungan kehidupan kemanusiaan yaitu keseimbangan
keadilan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, menusia dengan tuhannya,
menusian dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat bangsa dan negara serta
manusia dengan alam lingkungan (T. Jacob,1986)
E.
Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan Bidang Politik
Kehidupam politik dalam negara
harus benar-benar untuk merealisasikan tujuan demi harkat dan martabat manusia.
Dalam sistem politik negara harus mendasarkan pada tuntutan hak dasar
kemenusiaan yang di dalam istilah hukum dan kenegaraan disebut hak asasi
manusia. Hal ini sebagai perwujudan hak atas mertabat kemanusiaan sehinga
sistem politik negara harus mampu menciptakan sistem yang menjamin atas hak-hak
tersebut.
Dalam sistem politik negara
harus mendasarkan pada kekuasaan yang bersumber penjelmaan hakikat manusia
sebagai individu-makhluk sosial yang menjelma sebagai rakyat. Oleh kerena itu kekuasaan negara
harus berdasarkan kekuasaan rakyat bukannya kekuasaan perseorangan atau
kelompok. Selain itu sistem politik negara Pancasila memberi dasar-dasar
moralitas poitik negara. Telah diungkapkan oleh para pendiri negara Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), misalnya Drs. Moh. Hatta, menyatakan bahwa “negara
berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa, atas dasar Kemanusiaan yang adil dan
beradab”. Hal ini menurut Moh. Hatta agar memberikan dasar-dasar moral
supaya negara tidak berdasarkan kekuasaan, oleh karena itu dalam politik negara
termasuk para elit politik dan para penyelenggara negara untuk memegang budi
pekerti kemanusiaan serta memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
Dalam sila-sila pancasila
tersusun atas urutan-urutan sistematis, bahwa dalam politik negara harus
memndasarkan pada kerakyatan (Sila IV), adapun pengembangan dan aktualisasi
politik negara berdasarkan moralitas berturut-turut moral Ketuhanan (Sila I),
moral Kemanusiaan (Sila II), dan moral persatuan, yaitu ikatan moralitas
sebagai suatu bangsa (Sila III). Adapun aktulitas dan pengembangan politik
negara demi tercapainya keadilan dalam hidup bersama (Sila V).
F.
Pancasila
Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
Dalam dunia ilmu ekonomi boleh
dikatakan jarang ditemukan pakar ekonomi yang mendasarkan pemikiran pengembangan
ekonomi atas dasar moralitas kemanusiaan dan Ketuhanan.
Perkembangan ilmu ekonomi pada
akhir abad ke-18 menumbuhkan ekonomi kapitalis. Atas dasar kenyataan objektif
inilah maka di eropa pada awal abad ke-19 muncullah pemikiran sebagai reaksi
atas perkembangan ekonomi tersebut yaitu sosialis kominisme yang memperjuangkan
nasib kaum proletar yang ditindas oleh kaum kapitalis. Oleh karena itu kiranya
menjadi sangat penting bahkan mendesak untuk dikembangkkan sistem ekonomi yang
mendasar pada moralitas humanistik, ekonomi yang berkemanusiaan.
Atas dasar kenyataan tersebut
maka Mubyarto kemudian mengembangkan ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang
humanistik yang mendasarkan pada tujuan demi kesejahtraan rakyat secara luas.
Pengembangan ekonomi tidak bisa dipisahkan dengan nilai-nilai moral kemanusiaan
(Mubyarto, 1999). Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa tujuan ekonomi itu
sendiri adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia, agar manusia menjadi sejahtra.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembangunan pada hakekatnya adalah proses
perubahan terus-menerus yang merupakan kemajuan dan perbaikan yang mengarah
pada tujuan yang ingin dicapai. Dalam pelaksanaan pembangunan berdasarkan pada
asas manfaat, asas usaha bersama dan kekeluargaan, asas demokrasi, asas adil
dan merata, asas perikehidupan dalam keseimbangan, asas kesadaran hukum, dan
asas kepercayaan pada diri sendiri.
Ada beberapa masalah dalam pembangunan,
yakni:
1.
Dualisme kepemimpinan /
pengaturan
2.
Kependudukan dan
Kemiskinan
Dampak pengangguran terhadap pembangunan nasional
dapat dilihat melalui hubungan antara pengangguran dan indikator-indikator
berikut ini:
a.
Pendapatan Nasional dan
Pendapatan per Kapita.
b.
Beban Psikologis.
c.
Biaya Sosial.
d.
Penerimaan Negara.
3.
Iklim dan Georafis.
4.
Pemerataan pembangunan.
Manusia sangat berperan penting dalam
pembangunan, adapun beberapa peran manusia dalam pembangunan, yakni:
1.
Manusia sebagai
perencana.
2.
Manusia sebagai
pelaksana.
3.
Manusia sebagai
pengawas.
DAFTAR PUSTAKA
Buchori, Mochtar. 1994. Spektrum
Problematika Pendidikan di Indonesia. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Tirtarahardja, Umar dan
S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar